« »

Friday, August 13, 2010

Pindah Ke meandconfucius.blogspot.com

Perhatian kepada seluruh pembaca.
Artikel yang ada pada Blog madingsekmingkcb ini akan saya hapus semua dan nantinya blog ini juga akan saya hapus.
Artikel2 yang ada akan dipindahkan ke blog meandconfucius dengan link http://meandconfucius.blogspot.com/
Terima Kasih

Tuesday, July 13, 2010

Kekuatan Tembok Besar China Berasal Dari "Beras Ketan"

Rahasia dari kekuatan dan umur panjang Tembok China terletak pada ketan yang digunakan sebagai perekat campuran semen, menurut penemuan sejumlah ilmuwan China.

Dr. Zhang mengatakan penggunaan ketan merupakan salah satu inovasi tekhnis terbesar pada jaman tersebut.

Para pekerja membangun Tembok Besar pada jaman Dinasti Ming, sekitar 600 tahun silam dengan mencampurkan tepung ketan dengan kapur, sebagai bahan standar campuran perekat, ujar Dr. Zhang Bingjian.

Campuran ketan mengikat batu bata begitu erat banyak rumput liar tidak bisa tumbuh. Namun, penolakan luas terjadi di selatan China terhadap pembangunan Tembok tersebut karena kaisar Ming meminta panen ketan di selatan untuk makanan pekerja dan sebagai campuran semen.

"Campuran perekat semen kuno tersebut, terdiri dari semacam campuran khusus organik dan anorganik," ujar Dr. Zhang, pakar kimia dari Universitas Zhejiang, kota Hangzhou, China Timur, seperti dilansir Telegraph.

"Komponen organik, amilopektin, berasal dari bubur ketan yang ditambahkan ke dalam campuran semen," imbuhnya.

"Komponen anorganiknya adalah kalsium karbonat dan komponen organiknya adalah amilopektin yang berasal dari ketan. Amilopektin membantu menciptakan mikrostruktur padat, menjadikan Tembok Besar lebih stabil serta memiliki kekuatan mekanis yang lebih besar," menurut laporannya dalam jurnal American Chemical Society.

Dr. Zhang mengatakan, penggunaan ketan, bahan makanan pokok Asia Timur, merupakan salah satu inovasi tekhnis terbesar pada saat itu, yang membantu berbagai pusara, pagoda dan tembok pada jaman Dinasti Ming dari hantaman cuaca, gempa bumi serta bencana alam lainnya. (Oleh: Malcolm Moore /telagraph/sua)

Tongkat Besi Diasah Menjadi Jarum


Li Bai adalah seorang penyair tersohor dari dinasti Tang. Li Bai mendapat julukan sebagai "Dewa Penyair". Akan tetapi sewaktu usia belia, dia adalah seorang anak yang nakal dan malas.

Pelajaran sekolah pada masa itu kebanyakan mengenai sejarah dan keanekaragaman status sosial, yang cukup menyulitkan Li Bai. Maka Li Bai kecil yang tidak mau bersusah payah itu sering membolos pelajaran, asyik bermain diluar sekolah.

Pada suatu hari Li Bai kecil dibuat pusing dengan pelajaran yang tidak dia sukai. Dia lalu memutuskan melarikan diri dari kelasnya dan pergi ke tepi sungai yang ada di pinggiran kota.
Tempat itu sangat menyenangkan bagi Li Bai kecil. Di sana terdapat bunga yang indah, matahari yang cerah, bunyi air mengalir dan kesemuanya ini terasa lebih menggairahkan daripada raut wajah Gurunya yang penuhi dengan jenggot putih.

Li Bai kecil berlari-lari bagaikan seekor burung kecil yang terbang ke langit biru. Pada saat itu, dia tiba-tiba melihat seorang nenek tua. Seluruh rambutnya putih, sedang asyik berjongkok di seberang sungai. Tangannya memegang sebatang besi yang panjang dan tebal.

Si nenek sedang asyik mengasah batangan besi itu di atas batu yang kilap dan halus. Li Bai kecil sangat keheranan melihatnya dan bertanya, "Nenek sedang apa?"

"Oh, nenek sedang mengasah jarum," jawab nenek itu. "Mengasah jarum?!" kata Li Bai kecil dengan terkejut. "Nenek mau mengasah tongkat besi sebesar ini menjadi sebuah jarum sulam? Sampai kapan jadinya?"

Nenek tua itu berkata pada Li Bai kecil, "Meskipun besi ini besar, tetapi dia tak akan bisa bertahan bila nenek tiap hari mengasahnya. Tiap hari akan mengecil sedikit, lama kelamaan pasti bisa menjadi sebesar jarum."

Mendengar perkataan nenek tua itu, Li Bai kecil tiba-tiba mengerti sesuatu, dia berpikir, "Oh iya, bila mengerjakan sesuatu dapat tekun seperti nenek tua ini, tidak takut susah, dengan sabar tiap hari me-ngerjakannya, maka sesulit apapun pasti bisa kita kerjakan. Belajar juga harus demikian."

Li Bai kecil akhirnya memberi hormat kepada nenek tua itu. Lalu dia berlari kembali ke kelasnya. Sejak itu Li Bai belajar dengan sungguh-sungguh, akhirnya menjadi seorang penyair yang hebat dan termashyur.

sumber : http://erabaru.net


Kisah Orang Tua Penjual Tanah

Didesa kami senantiasa tersebar sebuah cerita:

Dahulu kala, ada suatu tempat yang berjarak kira-kira dua sampai tiga kilometer arah barat daya dari desa kami, terdapat sebuah dusun yang bernama marga Gao. Kaum lelaki dusun tersebut bercocok tanam, sedangkan kaum perempuan bertenun. Hidup mereka berkecukupan dan makmur.

Pada suatu hari, dusun itu kedatangan seorang lelaki tua berpakaian compang-camping. Dia memikul dua keranjang bambu yang diisi tanah, berjalan di sepanjang jalan untuk dijual. Akan tetapi tidak ada orang yang sudi menanyakannya.

Orang tua itu melihat tidak ada siapa pun yang mau membeli tanah,dia lalu berkata kepada penduduk dusun, "Di rumah saya masih ada seorang ibu renta yang harus saya hidupi. Kami sudah kehabisan beras untuk beberapa hari, saya juga tidak memiliki barang untuk dijual, maka terpaksa memikul tanah ini untuk ditukar dengan uang demi menghidupi ibu saya."Penduduk dusun tidak pernah mendengar hal yang sedemikian aneh, menjual tanah untuk ditukar dengan uang. Mereka semua tak bisa menahan tawa, ada seseorang menyeletuk, "Pak tua, apa keistimewaan tanah ini? Bukankah ini ada dimana-mana, jadi siapa yang mau membelinya?"

Pak tua itu menjawab, "Benda ini kelihatannya biasa, tetapi benda ini memuat De (baca: te, = pahala, berkah) yang besar. Dia bisa menolong manusia di saat menghadapi bencana besar. Mohon kepada siapa yang berhati baik, kasihanilah ibu saya yang ada di rumah. Belilah sepikul tanah ini!"

Pak tua ini baru selesai berbicara, ada seorang lain yang menimpali, "Tanah memangnya bisa menolong orang? Siapa yang percaya? Pak tua jangan-jangan Anda mau menipu kami." Perkataan tersebut menyebabkan semua orang tertawa lagi.

Kelihatannya tidak ada seorang pun yang mau membeli tanahnya. Lalu Pak tua itu sembari menghela nafasnya dan berkata, "Saya ini orang tua yang telah berjalan menelusuri jalan dan lorong, menjual tanah mengantarkan huo (=hidup),sudah puluhan hari. Namun sayang sekali tidak ada orang yang mau membeli. Kasihan sekali ibuku yang tua renta, dia harus menahan lapar lebih lama lagi."

Saat itu, ada seorang berusia paruh baya bermarga Gao. Orang-nya jujur dan baik hati. Dia menaruh iba pada keadaan Pak tua yang sangat kasihan itu, dia lalu berkata, "Pak tua, saya beli tanahmu itu seharga 300 tail. Tolong Anda letakkan tanah itu di halaman depan rumah saya saja, dan cepat-cepatlah bergegas pulang, agar ibumu yang ada di rumah tidak menjadi khawatir."

Semua orang yang melihatnya, menertawakan orang yang membeli tanah itu sambil membubarkan diri.

Saat itu, hari sudah beranjak malam, si Pak tua penjual tanah masih sibuk menebarkan tanah disekeliling rumah orang yang bermarga Gao tadi. Setelah selesai, lalu Pak Tua itu berkata pada tuan rumah, "Huo (= hidup) sudah saya berikan kepada Anda." Kemudian dia meninggalkan tempat itu, hilang dalam kegelapan malam.

Malam itu, bumi serasa merekah dan langit runtuh, gunung bergoncang dan laut berderu, hujan badai bagaikan air yang tertuang dari langit. Dalam legenda dikatakan bahwa Laut Utara menyatu dengan Laut Selatan.

Keesokan harinya, marga Gao yang baik hati itu membuka pintu untuk melihat. Namun alangkah terkejutnya ia melihat rumahnya dikelilingi oleh tanggul dari tanah.Di luar tanggul hanya terlihat air bagai lautan. Seluruh tetangganya habis tersapu air bah, hanya rumahnya sendiri selamat karena dikelilingi oleh tanggul tanah.

Marga Gao yang baik hati itu segera mengerti. Ternyata Pak tua penjual tanah itu telah menyelamatkan nyawa sekeluarganya!Pak tua itu menyebarkan tanah untuk menghadang air bah. Setelah air bah surut, marga Gao yang baik hati itu itu membawa keluarganya untuk pindah ke tempat lain.

Dari cerita tersebut, kita bisa dapatkan pemahaman seperti ini:Kebajikan bisa menolong diri sendiri.

Tepat adalah tindakan kebaikan orang marga Gao yang telah menyelamatkan nyawa seluruh keluarganya. Tuhan hanya menolong manusia yang baik. Jika saja penduduk dusun itu mengerti bahwa tindakan kebaikan itu dapat menyelamatkan nyawa mereka, sudah pasti mereka akan membantu Pak tua penjual tanah itu.

Akan tetapi sejarah itu telah berlalu, dan tidak bisa diulang kembali, jadi penduduk dusun itu juga tidak memiliki kesempatan untuk memilih sekali lagi, pelajaran yang mereka dapatkan hanya bisa menjadi komentar dan sebagai referensi bagi generasi penerus. (The Epoch Times/lin)

sumber : http://erabaru.net

Kisah Anak Berbakti, untuk Ibunya Yang "Gila"

Ia berkeliling untuk mempertunjukkan kemampuannya menarik kereta dan makan sambil jungkir balik. Namun kemampuannya itu hanya satu, menyenangkan ibunya yang "gila"

Namanya Liu Tianquan dari Pu Yang, Tiongkok. Setiap hari, pekerjaannya adalah menarik perhatian dan menghibur orang. Menarik kereta, makan dengan jungkir balik, pekerjaan yang dikaloninya semenjak dia masih berusia 5 tahun. Sampai sekarang, usianya sudah 31 tahun. Ia ingin memanfaatkan kemampuan khususnya ini untuk mencari pekerjaan guna menghidupi keluarganya. Terutama untuk menghibur ibunya yang mengalami gangguan kejiwaan.

Suatu hari, Liu Tianquan baru pulang bekerja dari Zhen Zhou ke kampung halamannya. Dengan tergesa-gesa berangkat ke rumah kakak sulungnya yang berjarak kira-kira 300 meter. Setelah selesai mempertunjukkan makan mantou dan mengenakan sweater sambil jungkir balik, tak tertahan lagi sang ibu mulai tertawa.
"Kamu koq memperagakan lagi jungkir balik! Sejak kecil kamu sangat lincah, kalau kamu yang memperagakan aku tidak khawatir, tempo hari kakak sulungmu juga mau ikut-ikutan, apapun yang dikata, aku tidak mengizinkannya, kalau lehernya patah bagaimana?"

Zhao Caiqin, sang ibu yang berusia 72 tahun, gangguan jiwanya baru kambuh, wajahnya tanpa perasaan, tidak mau makan, menggumam tiada hentinya, dengan cepat telah pulih menjadi normal, pembicaraannya juga sudah normal. Demikian dikutip Orient Today.

Ayahnya mengatakan, "Anak saya yang ke-4 (Liu Tianquan), sangat berbakti. Dalam cuaca yang sangat dingin seperti ini, masih datang mencuci pakaian sang ibu. Beberapa waktu yang lalu di rumah kekurangan air, dia membawakan air dari rumahnya."

Menyenangkan Hati Ibu

Liu Tianquan saat berusia 36 tahun menceritakan kenangannya. Pada usia 5 tahun, sang ibu yang berperasaan halus menjadi sakit karena depresi, jiwanya terganggu, sering marah-marah, membanting-banting mangkuk dan panci. Pada saat sangat parah, dia bahkan dapat membacokkan pisau masak sekenanya. Saat melihat ibunda yang biasanya penuh kasih menjadi seperti ini dia sangat bersedih.

Pada suatu kali ketika ibunya kambuh lagi, secara kebetulan melihat dia sedang berdiri jungkir balik, tiba-tiba menjadi geli dan tertawa dengan sangat gembira. Setelah itu setiap kali melihat dia jungkir balik sang ibu menjadi sangat bersuka cita sampai-sampai berjoget.

Melihat ibunda bergembira, Liu Tianquan juga sangat girang, sehingga berlatih dengan lebih te-kun. Melihat sang ibu makan mantou, dia akan makan dengan berdiri jungkir balik, dia pernah tersedak sampai sulit bernafas. Melihat sang ibu merajut baju wol, dia sambil jungkir balik akan membantu menggulung benang wol. Pada saat berusia 8 tahun dia sudah dapat mengenakan pakaian sambil jungkir balik; pada usia 15 tahun dapat mengangkat timba air sambil jungkir balik ……

Selama 31 tahun berlatih jungkir balik, Liu Tianquan selalu mengusahakan agar sang ibu bergembira dengan berbagai cara, sehingga gangguan jiwa sang ibu sangat berkurang. Ketika kondisi jiwa sang ibu normal, beliau tidak membiarkan Liu Tianquan jungkir balik, dia sangat menyayangi putranya itu, "Nak, kamu jangan berdiri jungkir balik lagi, kalau lehermu patah bagaimana? Kamu makan sambil berjungkir balik kalau tersedak bagaimana?"

Keahlian Khusus

Tahun baru, Liu Tianquan yang tidak punya uang membeli kado untuk anak-anak, akan mempertunjukan menarik kereta sambil jungkir balik.

Di rumah, Anak-anak menaiki kereta dorong dari kayu, Liu Tianquan akan mengikat pendorong kereta dengan tali. Kemudian dia jungkir balik di atas kursi di samping dinding. Sepasang tangannya akan menarik tali yang diikatkan pada kereta maka kereta dengan stabil bergerak maju. Tetangga yang datang melihat keramaian bertanya kepada Liu Tianquan, "Apakah Anda merasa tidak nyaman? Apakah terdapat perbedaan dengan menarik kereta secara normal?"

Liu Tianquan sambil tertawa menjawab, "Sangat santai, sama sekali tidak ada perbedaan." Kemudian dia mempertunjukkan makan sambil berjungkir balik dan lain-lain. Anak-anak sangat bergembira sampai berjingkrak-jingkrak.

Liu Tianquan pernah belajar menata rambut, ilmu pijat urut, namun tidak ada yang membuatnya lebih bersukacita ataupun merasa "tiada duanya" daripada berlatih jungkir balik. Pada musim senggang bercocok tanam, dia ingin mencari kerja dengan kemampuan khususnya untuk menghidupi keluarga.

Kadang kala, ia ikut dalam pertunjukan akrobat, setiap bulannya menghasilkan beberapa ratus yuan. Dia dianggap terlalu jujur oleh seorang temannya.

"Sudah disepakati dalam satu kali pertunjukan dilakukan dua jenis atraksi berdiri jungkir balik, namun tepuk tangan penonton ataupun pujian panitia kadang-kadang membuat Liu Tianquan mempertunjukkan beberapa atraksi ekstra."

Kemampuannya ini tidak mendatangkan penghasilan lebih banyak bagi Liu Tianquan, dia senang menghibur orang-orang sekelilingnya dengan jungkir balik. Katanya, "Aspirasi saya yang terbesar adalah menghidupi diri sendiri dengan jungkir balik, orang lain gembira, saya pun gembira."

Anak Berbakti

Setelah kisah Liu Tianquan muncul dalam media, membuat banyak orang Tionghoa merasa terharu. Sungguh sulit ditemukan pada zaman masyarakat materialis seperti sekarang ini. Ada teman-teman dunia maya (internet) mengatakan, "Pada zaman dahulu ada seorang bernama Lao Laizi. Meskipun sudah berusia di atas 70 tahun, masih sering berupaya menyenangkan ibunda yang sudah berusia 90 tahun lebih, dengan mengenakan pakaian warna-warni berdandan menyerupai masa kecilnya, bercanda di depan ibunda agar sang ibu tertawa."

"Lao Laizi Menghibur Ibunda" merupakan sebuah cerita yang sangat terkenal pada zaman dahulu, merupakan salah satu dari "Dua Puluh Empat Cara Berbakti", beberapa puluh tahun terakhir ini sudah tidak ada orang yang mengungkitnya lagi. Tak terduga hari ini masih hidup seorang Lao Laizi! Sungguh merupakan sebuah keajaiban!

Ada teman-teman dunia maya yang memberikan pujian penuh kekaguman, "Anda adalah orang biasa yang sangat luar biasa, membuat kami gembira, kagum dan terharu, Anda telah memenuhi karakter moralitas anak berbakti budaya Tionghoa dengan tindakan nyata. Di dunia manusia memang ada perasaan yang tulus, perasaan yang tulus hanya ada di antara masyarakat manusia biasa!"

"Siapa yang mengatakan rasa bakti seorang anak (yang hanya setinggi rumput kecil) dapat membalas budi maha besar sang ibu (yang bagaikan mentari musim semi). Seekor kambing pun berlutut pada induk yang menyusuinya, seekor burung gagak pun setelah dewasa akan membagikan makanan pada induknya, apalagi manusia."